BERFIKIR ILMIAH
BERFIKIR ILMIAH
Makalah Ini Disusun untuk Memenuhi Syarat Presentasi pada
Perkuliahan Filsafat yang Diampu oleh
Prof. Dr. Aceng Rahmat, M. Pd.
Disusun
oleh:
Azmy
Ali M
Anita
PENDIDIKAN
BAHASA
PROGRAM
PASCASARJANA
UNIVERSITAS
NEGERI JAKARTA
2017
BAB I
PENDAHULUAN
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna, sesuai
dengan firman-Nya dalam Q.S. At-Tin: 4
لَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ فِي
أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ (٤)
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk
yang sebaik-baiknya (Q.S. At-Tin: 4).” Selain itu, manusia dilengkapi dengan
akal untuk berpikir dan hati sebagai pengontrol perbuatan.
Manusia juga merupakan makhluk sosial sehingga dia tidak dapat
hidup tanpa bantuan orang lain. Karakteristik manusia inilah yang menyebabkan
peradabannya berkembang. Dengan pikirannya, dia telah mengubah wajah dunia dan
dirinya sendiri. Manusia mempunyai otak yang bekerja seperti jantung, tidak
pernah berhenti sampai ajal tiba.
Untuk dapat
melakukan kegiatan berpikir ilmiah yang baik, perlu ditunjang dengan sarana berpikir
ilmiah berupa bahasa, logika, matematika, dan statistika. Bahasa merupakan alat
komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah di mana
bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan
pikiran tersebut kepada orang lain. Dalam tulisan ini secara khusus dibahas mengenai sarana berpikir ilmiah.
.
BAB II
PEMBAHASAN
Sarana Berpikir Ilmiah
Surisumantri (2009:165), ”Sarana ilmiah pada dasarnya merupakan
alat yang membantu kegiatan ilmiah dalam berbagai langkah yang harus ditempuh”.
Sarana ilmiah merupakan suatu alat, dengan alat ini manusia melaksanakan
kegiatan ilmiah. Pada saat manusia melakukan tahapan kegiatan ilmiah diperlukan
alat berpikir yang sesuai dengan tahapan tersebut. Manusia mampu mengembangkan
pengetahuannya karena manusia berpikir mengikuti kerangka berpikir ilmiah dan
menggunakan alat-alat berpikir yang benar. Sarana merupakan alat yang membantu
kita dalam mencapai suatu tujuan tertentu; atau dengan perkataan lain, sarana
ilmiah mempunyai fungsi-fungsi yang khas dalam kaitan kegiatan ilmiah secara
menyeluruh.
Sarana ilmiah bukan merupakan ilmu dalam pengertian bahwa sarana
ilmiah itu merupakan kumpulan pengetahuan yang didapatkan berdasarkan metode
ilmiah, sarana ilmiah memiliki metode sendiri dalam mendapatkan penghetahuannya
yang berbeda dengan metode ilmiah. Suriasumantri (2009:167), Tujuan mempelajari
sarana ilmiah adalah untuk memungkinkan kita melakukan penelaahan ilmiah secara
baik, sedangkan tujuan mempelajari ilmu dimaksudkan untuk mendapatkan
pengetahuan yang memungkinkan kita untuk bisa memecahkan masalah kita
sehari-hari.
Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik maka
diperlukan sarana yang berupa bahasa, logika, matematika dan statistika. Bahasa
merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir
ilmiah dimana bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan
jalan pikiran tersebut kepada orang lain. Matematika mempunyai peranan penting
dalam berpikir deduktif sehingga mudah diikuti dan mudah dilacak kembali
kebenarannya. Sedangkan statistika mempunyai peranan penting dalam berpikir
induktif dan mencari konsep-konsep yang berlaku umum.
Bahasa
Bahasa memegang peran penting dan suatu hal yang lazim dalam
kehidupan manusia. Kelaziman tersebut membuat manusia jarang memperhatiakan
bahasa dan menggapnya sebagai suatu hal yang bisa, seperti bernafas dan berjalan.
Padahal bahasa mempunyai pengaruh-pengaruh yang luar biasa dan termasuk yang
membedakan manusia dari ciptaan lainnya. Banyak ahli bahasa yang telah
memberikan uraiannya tentang pengertiannya tentang pegertian bahasa. Pernyataan
tersebut tentunya berbeda-beda cara menyampikannya. Seperti
pendapat Bloch and Trager mengatakan bahwa : a language is a system of
arbitrary vocal symbols by means of which asocial group cooperates (bahasa
adalah suatu sistem simbol-simbol bunyi yang arbitrer yang dipergunakan oleh
suatu kelompok sosial sebagai alat untuk komunikasi). Peran bahasa disini
adalah sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran seluruh proses
berpikir ilmiah dan sebagai sarana komunikasi antar manusia tanpa bahasa tiada
komunikasi. Bahasa merupakan pernyataan pikiran
atau perasaan sebagai
alat komunikasi manusia
yang terdiri dari kata - kata
atau istilah - istilah dan
sintaksis. Kata atau
istilah merupakan simbol dari
arti sesuatu, sedangkan
sintaksis merupakan cara menyusun kata - kata menjadi kalimat
yang bermakna (Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM, 2010 : 98).
Adapun ciri-ciri bahasa
ilmiah yaitu:
·
Informatif yang
berarti bahwa bahasa ilmiah mengungkapan informasi atau pengetahuan. Informasi
atau pengetahuan ini dinyatakan secara eksplisit dan jelas untuk menghindari
kesalah pahaman Informasi.
·
Reproduktif
adalah bahwa pembicara atau penulis menyampaikan informasi yang sama dengan
informasi yang diterima oleh pendengar atau pembacanya.
·
Intersubjektif,
yaitu ungkapan-ungkapan yang dipakai mengandung makna-makna yang sama bagi para
pemakainya.
·
Antiseptik
berarti bahwa bahasa ilmiah itu objektif dan tidak memuat unsur emotif,
kendatipun pada kenyataannya unsur emotif ini sulit dilepaskan dari unsur
informatif.
Bahasa ilmiah berfungsi
sebagai alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran seluruh proses
berpikir ilmiah. Yang dimaksud bahasa disini ialah bahasa ilmiah yang merupakan
sarana komunikasi ilmiah yang ditujukan
untuk menyampaikan informasi yang berupa pengetahuan dengan syarat-syarat:
Bebas dari unsur emotif,
reproduktif, obyektif,
eksplisit.
Beberapa kekurangan bahasa
Sebagai sarana komunikasi ilmiah bahasa mempunyai beberapa
kekurangan. Kekurangan ini pada hakikatnya terletak pada peranan bahasa itu
sendiri yang bersifat multifungsi yakni sebagai sarana komunikasi emotif,
afektif, dan simbolik. Dalam komunikasi ilmiah kita ingin mempergunakan aspek
simbolik saja dari ketiga fungsi tersebut tadi dimana kita ingin
mengkomunikasikan informasi tanpa kaitan emotif dan afektif. Dalam kenyataannya
hal ini tidak mungkin; bahasa verbal mau tidak mau tetap mengandung ketiga
unsur yang bersifat emotif, afektif, dan simbolik tadi. Inilah salah satu
kekurangan bahasa sebagai sarana komunikasi ilmiah, yang dikatakan oleh Kemeny,
sebagai mempunyai kecenderungan emosional. Bahasa ilmiah pada hakikatnya
haruslah bersifat objektif tanpa mengandung emosi dan sikap; atau dengan
perkataan lain, bahasa ilmiah haruslah bersifat antiseptic dan reproduktif.
Kekurangan yang kedua terletak pada arti yang tidak jelas dan eksak
yang dikandung oleh kata-kata yang membangun bahasa. Jika kita ingin mengetahui
arti dari istilah ilmu umpamanya, maka sulit bagi kita untuk
mendefinisikannya secara jelas dan seeksak mungkin karena definisinya
mengandung bahasa yang bertele-tele dan membosankan yang dapat membuat
informasi menjadi tidak komunikatif. Bahasa juga memiliki kekurangan lainnya
yaitu bahasa bersifat majemuk (pluralistik), sebuah kata-kata juga terkadang
mempunyai arti lebih dari satu arti yang berbeda. Dan ada juga beberapa kata
yang memberikan arti yang sama. Kelemahan yang lain dari bahasa adalah konotasi
yang bersifat emosional.
Masalah bahasa ini menjadi bahan pemikiran yang sungguh-sungguh
dari para ahli filsafat modern. Kekacauan dalam filsafat menurut Wittgenstein,
disebabkan karena “kebanyakan dari pernyataan dan pertanyaan filsafat timbul
dari kegagalan mereka untuk menguasai logika bahasa.”
Matematika
Pengertian
matematika sangat sulit didefinsikan secara akurat. Pada umumnya orang awam
hanya akrab dengan satu cabang matematika elementer yang disebut aritmatika
atau ilmu hitung yang secara informal dapat didefinisikan sebagai ilmu tentang
berbagai bilangan yang bisa langsung diperoleh melalui beberapa operasi dasar:
tambah, kurang, kali dan bagi.
Kata “matematika”
berasal dari kata máthema dalam bahasa Yunani yang diartikan sebagai “sains,
ilmu pengetahuan, atau belajar” juga mathematikÃs yang diartikan sebagai “suka
belajar”.
Disiplin utama
dalam matematika didasarkan pada kebutuhan perhitungan dalam perdagangan,
pengukuran tanah dan memprediksi peristiwa dalam astronomi. Ketiga kebutuhan
ini secara umum berkaitan dengan ketiga pembagian umum bidang matematika: studi
tentang struktur, ruang dan perubahan.
Matematika sebagai
sarana berpikir ilmiah yang menggunakan pola penalaran deduktif. Sarana
berpikir ilmiah ini dalam proses pendidikan kita, merupakan bidang studi
tersendiri. Artinya kita mempelajari sarana berpikir ilmiah ini seperti
mempelajari berbagai cabang ilmu. Dalam hal ini kita harus memperhatikan dua
hal. Pertama, sarana ilmiah bukan merupakan ilmu dalam pengertian bahwa sarana
ilmiah itu merupakan kumpulan pengetahuan yang didapatkan berdasarkan metode
ilmiah. Seperti diketahui bahwa salah satu karakterisitk dari ilmu umpamanya
adalah penggunaan berpikir deduktif dan induktif dalam mendapatkan pengetahuan.
Sarana berpikir ilmiah tidak mempergunakan cara ini dalam mendapatkan
pengetahuannya. Secara lebih tuntas dapat dikatakan bahwa sarana berpikir ilmiah
mempunyai metode tersendiri dalam mendapatkan pengetahuannya yang berbeda
dengan metode ilmiah.
Untuk melakukan
kegiatan ilmiah secara baik diperlukan sarana berpikir. Tersedianya sarana
tersebut memungkinkan dilakukannya penelaahan ilmiah secara teratur dan cermat.
Penguasaan sarana berpikir ilmiah ini merupakan suatu hal yang bersifat
imperative bagi seorang ilmuwan. Tanpa menguasai hal ini, maka kegiatan ilmiah
yang baik tak dapat dilakukan.
Untuk dapat
melakukan kegiatan berpikir ilmiah dengan baik maka diperlukan sarana berupa
bahasa, logika, matematika dan statistik.
1.
Matematika sebagai
bahasa
Matematika adalah bahasa yang melambangkan
serangkaian makna dari pernyataan yang ingin kita sampaikan. Lambang-lambang
matematika bersifat “artificial” yang baru mempunyai arti setelah sebuah makna
diberikan kepadanya. Tanpa itu matematika hanya merupakan kumpulan rumus-rumus
yang mati. Alfred North Whitehead mengatakan bahwa “x itu sama sekali tidak
berarti”
Bahasa verbal mempunyai beberapa kekurangan, untuk mengatasi
kekurangan yang terdapat pada bahasa verbal, kita berpaling kepada matematika.
Dalam hal ini, kita katakan bahwa matematika adalah bahasa yang berusaha untuk
menghilangkan sifat majemuk dan emosional dari bahasa verbal. Bahasa verbal
hanya mampu mengatakan pernyataan yang bersifat kualitatif. Sedangkan sifat
kuantitatif dari matematika merupakan daya prediktif dan control dari ilmu.
Ilmu memberikan jawaban yang lebih bersifat eksak yang memungkinkan pemecahan
masalah secara tepat dan cermat.
2.
Matematika sebagai
sarana berpikir deduktif
Nama ilmu deduktif diperoleh karena penyelesaian
masalah-masalah yang dihadapi tidak didasari atas pengalaman seperti halnya
yang terdapat didalam ilmu-ilmu empirik, melainkan didasarkan atas deduksi
(penjabaran).
Secara deduktif, matematika menemukan pengetahuan
yang baru berdasarkan premis-premis tertentu, walaupun pengetahuan yang
ditemukan ini sebenarnya bukanlah konsekuensi dari pernyataan-pernyataan ilmiah
yang kita telah temukan sebelumnya. Meskipun “tak pernah ada kejutan dalam
logika” (Ludwig Wittgenstein), namun pengetahuan yang didapatkan secara
deduktif sangat berguna dan memberikan kejutan yang sangat menyenangkan. Dari
beberapa premis yang kita telah ketahui, kebenarannya dapat diketemukan
pengetahuan-pengetahuan lainnya yang memperkaya perbendaharaan ilmiah kita.
Statistika
Statistik diartikan sebagai keterangan-keterangan yang dibutuhkan oleh
negara dan berguna bagi negara .
Secara etimologi, kata Statistik berasal dari kata “status” (latin) yang
punya persamaan arti dengan “state” (bahasa inggris) dan diterjemahkan dalam
bahasa Indonesia adalah Negara. Pada mulanya Statistik diartikan sebagai
kumpulan bahan keterangan (data), baik yang berwujud angka (data kuantitatif)
maupun yang tidak berwujud (data kualitatif), yang mempunyai arti penting dan
kegunaan yang besar bagi suatu Negara. Perkembangannya, arti kata Statistik
hanya dibatasi pada kumpulan bahan keterangan yang berwujud angka (data
kuantitatif) saja.
Secara terminologi, dewasa ini istilah Statistik terkandung berbagai
macam pengertian :
1. Statistik kadang
diberi pengertian sebagai data Statistik yaitu kumpulan bahan keterangan berupa
angka atau bilangan
2. Kegiatan Statistik
atau kegiatan perstatistikan atau kegiatan penstatistikan;
3. Metode Statistik yaitu
cara-cara tertentu yang perlu ditempuh dalam rangka mengumpulkan, menyusun atau
mengatur, menyajikan menganalisis dan memberikan interpretasi terhadap
sekumpulan bahan keterangan yang berupa angka itu dapat berbicara atau dapat
memberikan pengertian makna tertentu.
4. Ilmu statistik
adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari dan memperkembangkan secara ilmiah
tahap-tahap yang ada dalam kegiatan Statistik. Adapun metode dan prodesur yang
perlu ditempuh atau dipergunakan dalam rangka :
a. Pengumpulan data
angka;
b. Penyusunan atau
pengaturan data angka;
c. Penyajian atau
penggambaran atau pelukisan data angka;
d. Penganalisaan
terhadap data angka;
e. Penarikan
kesimpulan (conclusion);
f. Pembuatan perkiraan
(estimation);
g. Penyusunan ramalan
(prediction) secara ilmiah.
Dalam kamus ilmiah
popular, kata Statistik berarti table, grafik, data informasi, angka-angka,
informasi. Sedangkan kata statistika berarti ilmu pengumpulan, analisis dan
klarifikasi data, angka sebagai dasar untuk induksi. Jadi statistika merupakan
sekumpulan metode untuk membuat keputusan yang bijaksana dalam keadaan yang
tidak menentu.
Peranan Statistika
Statiska bukan
merupakan sekumpulan pengetahuan mengenai objek tertentu melainkan merupakan
sekumpulan metode dalam memperoleh pengetahuan. Metode keilmuan, sejauh apa
yang menyangkut metode, sebenarnya tak lebih dari apa yang dilakukan seseorang
dalam mempergunakan pikiran-pikiran tanpa ada sesuatu pun yang membatasinya.
Penguasaan
statistika mutlak diperlukan untuk dapat berpikir ilmiah dengan sah sering kali
dilupakan orang. Berpikir logis secara deduktif sering sekali dikacaukan dengan
berpikir logis secara induktif. Kekacauan logika inilah yang menyebabkan kurang
berkembangnya ilmu dinegara kita. Kita cenderung untuk berpikir logis cara
deduktif dan menerapkan prosedur yang sama untuk kesimpulan induktif.
Statistika
merupakan sarana berpikir yang diperluaskan untuk memproses pengetahuan secara
ilmiah. Sebagai bagian dari perangkat metode ilmiah, maka statistika membantu
kita untuk mengeneralisasikan dan menyimpulkan karakteristik suatu kejadian
secara lebih pasti dan bukan terjadi secara kebetulan.
Statistika harus
mendapat tempat yang sejajar dengan matematika agar keseimbangan berpikir
deduktif dan induktif yang merupakan cara dan berpikir ilmiah dapat dilakukan
dengan baik.
BAB III
KESIMPULAN
Untuk dapat melakukan kegiatan berpikir
ilmiah yang baik perlu ditunjang dengan sarana berpikir ilmiah berupa bahasa,
logika, matematika, dan statistika. Matematika mempunyai peran yang penting
dalam berpikir deduktif, sedangkan statistika berperan penting dalam pola
berpikir induktif. Proses pengujian dalam kegiatan ilmiah mengharuskan kita
menguasai metode penelitian ilmiah yang pada hakikatnya adalah pengumpulan
fakta untuk mendukung hipotesis yang kita ajukan. Kemampuan berpikir ilmiah
yang baik harus didukung oleh penguasaan sarana berpikir ini dengan baik pula.
Salah satu langkah ke arah penguasaan itu adalah mengetahui dengan benar peran
masing-masing sarana berpikir dalam keseluruhan proses berpikir ilmiah
tersebut.
Daftar Pustaka
Suriasumantri, J. S. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer.
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2010.
Tim Dosen Filsafat Ilmu UGM. Filsafat Ilmu Sebagai Dasar Pengembangan
Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Liberty, 2010.
Komentar
Posting Komentar